Latest News

Keluhan Kecurangan Timses Ahok-Djarot


Pilgub DKI Jakarta 2017 sudah selesai. Berdasar pada kalkulasi cepat beragam instansi survey ataupun hasil pemindaian (scan) formulir C1 yang diupload Komisi Penentuan Umum, pasangan nomor urut 3, Anies Baswedan-Sandiaga Uno unggul dengan selisih yang cukup jauh, sekitaran 15 %.

Tetapi, selisih nada yang cukup tajam itu masihlah tersisa riak-riak kecil di timses pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat. Hal semacam ini tampak waktu kalkulasi cepat versus Partai Golkar yang berjalan di Hotel Pullman, Thamrin, Jakarta Pusat, pada Rabu (19/4/2017).

Waktu itu, tingkat penghitungan nada baru sekitaran 25 %, dengan perolehan pasangan Ahok-Djarot telah ketinggalan jauh sebesar 16 % dari Anies-Sandiaga. Tim pemenangan Ahok-Djarot juga mulai menyebarkan info kalau pihaknya memperoleh banyak intimidasi yang dikerjakan oleh relawan pasangan Anies-Sandiaga.

Menurut Emmy Hafild serta Martin Manurung, relawan Anies-Sandiaga lakukan intimidasi untuk merubah hasil penentuan. Martin Manurung menuturkan beberapa dari daftar laporan warga yang di terima olehnya, seperti di TPS 56, Kebayoran Lama. Menurut Martin saksi dari pasangan Ahok-Djarot diancam tidak untuk pilih pasangan nomor dua itu. Di daerah Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jalan Pegangsaan Dua, beberapa pemilih juga diancam dengan format Tamasya Al-Maidah.

“Saya sangka yang cukup mengganggu yaitu TPS 70 di komplek Duri Kosambi, lantaran kami terima video dimana pemilih BaDja (Basuki-Djarot) diancam dengan kekerasan verbal hingga bikin tak kondusif serta warga takut untuk memberi nada. Serta saya sangka ini dapat merubah sangat banyak warga yang saat diwawancara atau di tanyakan oleh petugas kami di lapangan jadi takut untuk memberi nada. Karenanya kami rasa ini butuh disikapi dengan tegas, ” kata politisi Partai Hanura ini.

Hal yang sama saja disibakkan Emmy. Ia sebagai juru bicara tim pemenangan Ahok-Djarot mengutuk keras tindakan intimidasi yang dikerjakan oleh lawan politiknya. Walau ada sekitaran 50 laporan, cuma 13 masalah yang menurut Emmy pantas untuk dituntaskan. Kasus-kasus itu, menurut Emmy, telah dilaporkan ke Polres serta Polsek setempat. Emmy juga mengklaim sudah menaruh bukti berbentuk video serta bebrapa photo mengenai peristiwa intimidasi itu.

Emmy mengakui prihatin lantaran intimidasi cuma berlaku untuk beberapa pemilih Ahok-Djarot. Ia menilainya RT/RW setempat tak berupaya membuat perlindungan warganya. Demikian juga dengan pihak-pihak yang harusnya bertanggungjawab pada pengambilan suara. “Sehingga beberapa orang ini dapat datang tak terdeteksi serta berkesan dilindungi, hingga dapat berlangsung kondisi seperti ini, ” katanya.

“Dan juga kami amati, KPPS-nya juga berpihak. Menyulitkan, bahkan juga ada yang ingin mencoblos juga dipersulit oleh saksi lawan serta KPPS-nya itu tak membuat perlindungan demikian ya. Hingga ini kegagalan, saya sangka dari KPUD untuk melindungi supaya KPPS itu netral, harusnya netral. Namun sebenarnya dengan bebrapa peristiwa ini terlihat kalau KPPS itu tak netral, ” lanjut Emmy.

Tim pemenangan Ahok-Djarot yang lain, Putu Artha juga menilainya penyelenggaraan Pilkada DKI Jakarta ini berjalan dengan cara berantakan. Banyak pelanggaran serta masalah yang berlangsung. Walau demikian, Putu menilainya kalau intimidasi itu tak dapat menyelamatkan pasangan Ahok-Djarot dari jurang kekalahan.

Menurutnya, ada gosip kecurangan juga kurang untuk tim pemenangan Ahok-Djarot lakukan banding pengambilan suara lagi. Putu sendiri tak menganggap ketidaksamaan nada pada pasangan Ahok-Djarot serta Anies-Sandiaga bakal terpaut jauh. “Kami tim pemenangan Ahok-Djarot perkiraan 2 % ketidaksamaan nada, ya. ”

“Kalau persoalannya pengambilan suara lagi, kita harus juga gini toh mesti realistis. Apakah dia Ahok-Djarot dapat peroleh hasil atau tak? Kalau kwalitas Pilkadanya memanglah jelek, ya! Tak baik, ya! Namun bila bedanya sebesar itu, bagaimana? ” lanjut Putu.

Ia mengaku kalau pasangan Anies-Sandi memanglah lebih gesit dalam menggaet beberapa nada pasangan Agus-Sylvi yang sebesar 17 % pada putaran pertama. Meski sekian, Putu malas menilainya berkaitan langkah kampanye tertutup yang dikerjakan Ahok di putaran ke-2 kesempatan ini. “Maybe yes, maybe no, ” katanya saat di tanya kegagalan kampanye tertutup Ahok.

Putu menilainya nada Agus-Sylvi berguna besar untuk kemenangan Anies-Sandi. Sesaat Ahok yang lebih sukai lakukan kampanye tertutup untuk memperoleh nada pendukung Agus-Sylvi cuma membuahkan 2 % nada saja.

“Rumitnya yaitu kita tak lebih cepat menangkap suaranya Agus-Sylvi, ” tutur Putu.

Putu juga menilainya kalau gosip ada surat nada yang dicurangi mustahil mendompleng kemenangan Ahok-Djarot. Ia coba mengkalkulasi jika ada 30 surat nada di setiap TPS yang dicurangi. Akhirnya tetaplah tak dapat tingkatkan nada dengan cara penting. Menurut Putu, jika Ahok-Djarot menginginkan menyaingi perolehan nada Anies-Sandi, jadi sekurang-kurangnya mereka mesti memperoleh 15 % nada dari 7, 2 juta jumlah pemilih Jakarta. Itu sepadan dengan 900. 000 nada.

“Kita cobalah matematika simpel saja, ya. Anggap 30 nada yang di ambil – yang itupun tidak mungkin – dikali 13. 024 TPS. Akhirnya 390. 720 nada. Masihlah jauh dari 900. 000 nada, ” katanya.

Terkecuali hal itu, unsur kekalahan lain yang disadari Putu yaitu masalah agama yang dibawa-bawa mulai sejak putaran pertama. Banyak ketakutan di orang-orang yang dinilai Putu merubah hasil penentuan. Ia mengharapkan kalau gosip ini tak nampak lagi dalam pemilu lain yang akan datang.

“Cukup paling akhir saja itu di Jakarta. Bila masihlah ada gosip SARA, tambah baik tak perlu ada Pilkada segera agar tak terpecah iris bangsa ini, ” sesalnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berita Harian Indonesia Support By 99onlinebola Agen Judi Bola

Gambar tema oleh Jason Morrow. Diberdayakan oleh Blogger.